Thursday, September 27, 2007

SUSHI


Cerita kali ini berkisar soal makanan Jepang yang namanya SUSHI. Itu loh... makanan yang musuhan ama minyak goreng n kompor... hahah.

Gini... seminggu sebelum ketahuan hamil (pernah dicritain soal ini ga ya? lupa lagi...), aku dan 2 temen; Arlien n Visi sepakat untuk mendatangi sebuah sushi cafe di deket-deket kantor, padahal kita tau persis kalo kita ber3 emang sobatan banget sama kompor, alias doyan makanan mateng.

"Alaaah.... kalo orang lain doyan, masa kita nggak sih?" gitu sesumbarnya kita waktu itu
"Gw yakin ga ada yang salah ama lidah gw. Masa sih ga bisa belajar maem sushi?" ada lagi deh komen yang kayak gitu.

Singkatnya, pas jam 12 teng, cabutlah kita ber3 naik Timoti nya si Visi.
eng ing engggg....

Setelah muter-muter, kita putusin deh buat masuk ke Aozora. Ya elaaah... ternyata mati lampu aja di sanaaaa....
tapi, mbak-mbak n mas-masnya sih mempersilakan kita masuk ke sana.
"diskon deh mbak" katanya
Duile... rindu order ya? hahahah

Setelah bolak balik liat menu dan tanya sana-sini, jadilah ada 3 menu sushi yang dipilih. Visi keukeuh ga mau yang mentah.
"Aaaah... cemennnn... masa ga brani?" kita cela-celain aja tu anak, soalnya ga mau take the chance.
"Bodooo...." jawabnya....
OK deh, Bo...

Jreeeenggg.... ! Sebentar kemudian datanglah itu 3 pesenan... (ada fotonya loh... nanti disusulin deh ya...)
Serentak muka-muka kita jadi bego. BUSEEEETTTTT... apaan tuh?
HUAHAHAHAHA...

Rencana makan siang yang gagal total. Arlien mukanya jadi ijo setelah makan 2 potong (sampe kudu bikin sumpah ga akan muntah), hahah... kesian sekali... Kita bertiga tampak sangat tersiksa saat itu... duh... knapa juga sih jenggg..? hahahah

Daripada mubazir, akhirnya sisa sushinya dibungkus (ya lah... udah muahaaaal banget, masa dibuang sih? mending dikasiin anak-anak ktr yang doyan). Selera makan berikutnya menjadi agak-agak terganggu hari itu. Perut laper, tp lidah masih agak-agak protes. hihi... kesian sekali kita.

Bener aja, pas sampe kantor... muka-muka penggemar sushi sudah menanti dengan mata berbinar-binar (ya lah, sushi gratisan), terus pas makan mereka bener-bener (ini serius) merem melek keenakan.
GA SALAH LOOOO?

Anyway, bukan poin itu yang sebetulnya pengen diceritain di sini. Melainkan... aku sekarang justru jadi sukaaaaaa... banget makan sushi. Perasaan itu timbul pas abis lahiran (aku yakin ini nggak ada hubungannya lah ya..) kemarin.
Tiba-tiba aja aku jadi pengen makan sushi. Di sela jam-jam nursing-ku, aku pergi aja bentar ke sebuah sushi house di deket rumah. Sendirian aja lah... dan... SUKSESSS!!!

Aneh... makanan itu jadi uenaaaak banget di lidahku, sampe sekarang. Malahan, waktu itu sampe pernah selama seminggu hampir tiap hari mampir ke sushi house (sampe bela-belain ke PIM II segala malem-malem ndirian), demi makan sushi. Justru kalo mengingat kejadian di Aozora, aku jadi heran sendiri. Kok bisa se-ekstrim itu ya perubahannya sekarang?

Dan ujung-ujungnya si Arlien yang awalnya juga nyumpah2 ga mau lagi mam itu... eh... jadi suka juga.... Kita sempet beberapa kali mampir ke Shabu Nobu-Kemang pas makan siang, menjelang aku cabut dari kantor Narrada.

HAHAHAH....
bener-bener sebuah pengalaman kuliner yang aneh.

Kesimpulan sementara yang kita ambil adalah mungkin waktu itu kita salah strateginya. Kita salah mesen. Kalo sekarang ada yang ngajakin... hayooo... mariii.... kmana kitaaaa????

Salam sushi!
(dari kemarin pengen banget maem sushi tp ga sempet aja)

Tuesday, September 25, 2007

Kalau Baby Sakit

Curhatan kali ini adalah cerita seputar kejadian di minggu lalu, waktu Farrell tiba-tiba sakit dan harus dirawat di RS.

Hari itu Rabu sore, aku masih santai-santai di kantor, menunggu waktu dijemput suami. Tiba-tiba ada SMS dari rumah. Isinya singkat... "Bu, Farrell demam".

HAHHHH??? Rasanya jantung seperti berhenti berdetak selama beberapa detik. Kagetnya setengah mati, karena ini adalah kali pertama dia sakit. Aneh... tadi pagi waktu ditinggal baik-baik aja tuh, asyik main bareng nanny-nya.
Sedih.... panik... pengennya langsung terbang ke rumah.

Nelepon2 ke suami, eh, dianya lagi di jalan, tanggung ga bs angkat telepon soalnya macet berat. DUHHHH....

Singkat cerita, akhirnya sampe juga di rumah. Farrell udah bobo di bed besar, suhunya masih panas, tapi dia cukup tenang, abis minum Panadol. Duh, kamu kenapa, Nak?
Malem itu akhirnya tidur kita ga nyenyak, jagain Farrell sambil cek terus suhunya. Sekitar 5 jam sekali panasnya naik. Keputusan pun diambil, besok pagi harus ketemu dokternya.

Besoknya, dokter pun memeriksa Farrell. Cek leher, perut, dan saluran kemih. Semua bersih, semua bagus. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan, katanya. Apalagi dia masih mau minum susu banyak-banyak. Farrell diberi Amoxan drops, sebagai pengobatan awal terhadap infeksi. Tapi, kalau sampai hari Jumat masih juga demam, akan langsung cek darah.

OK, kami pun pulang dan segera memberikan antibiotik yang diresepkan dokter.

Jumat, Farrell sudah tidak demam. Antibiotik dihabiskan. Semua beres.

Selasa siang... kok demam lagi? Aduh, Nak... kenapa lagi???

Rabu siang, Farrell kembali ke dokter bersama Papa-nya. Dokter pun langsung menyuruh cek darah dan urine, karena demam sudah terjadi sebanyak 2 kali (dia bilang ga boleh sampe demam 2 kali kayak gini).
Kamis pagi, hasil tes lab dibawa ke dokter lagi untuk pemeriksaan lebih lanjut.
HASILNYA????
Sel darah putih dan trombosit Farrell sangat tinggi, jauh di atas normal. Dokter pun menyarankan kita untuk segera membawa Farrell rawat di RS untuk pengobatan lebih lanjut selama 3 hari ke depan.
Hiks... rasanya mau pingsan. Anakku yang baru 4 bulan harus dirawat??? Tidak pernah terpikirkan olehku.

Semua urusan kantor langsung di-drop hari itu. Kita berdua batal ke kantor, dan langsung mengurus keperluan rumah sakit. Untung, deket rumah (RSIB).

Untungnya lagi, walaupun demam, Farrell tetap terlihat happy, main dan bercanda seperti biasa dengan kami, minum susu banyak-banyak seperti biasa. makanya, tidak perlu dipasang infus. Cukup selang untuk suntikan antibiotik saja.

3 hari di RS berlalu cukup baik. Farrell tidak lagi demam, dia malah sibuk jalan-jalan keluar kamar dan main-main bersama si Nanny. Alhamdulillah... cek darah yang selanjutnya menunjukkan perubahan; sel darah putihnya sudah mendekati normal, walaupun trombosit masih tinggi. Pengobatan diteruskan melalui rawat jalan.

Sekarang, hari Selasa, 25 September 2007. Puyer antibiotiknya Farrell sudah habis, tinggal menunggu hari Kamis depan untuk kontrol lagi ke dokternya. Insya Allah tidak ada apa-apa, semua kembali normal. Mudah-mudahan hasil pemeriksaan kultur urine-nya pun tidak menunjukkan bakteri yang berbahaya. Amin.
Nak, jangan sakit ya... Mama-Papa bingung sekali. Kesian liat kamu demam, pasti nggak enak banget rasanya, kan?

We love you, Farrell...

Monday, September 17, 2007

Angin Baru

Akhirnya, setelah lama menunggu , datang juga kesempatanku untuk berlalu...

Jadi ingat tanggal 10 Oktober 2002, tanggal di mana aku mulai masuk kerja di sebuah agensi iklan di daerah Pakubuwono, Jakarta Selatan, setelah sebelumnya beredar di seputaran Kelapa Gading, Jakarta Utara. Seneng, karena aku nggak perlu lagi lari-lari ngejer bis kota, pake high heels dan blazer, hehe... tapi...?

Yang aku lihat saat itu, ruangan kantor yang bisa dibilang kumuh, ga sedep... ga agency banget deh! Barang-barang bertumpuk di sana sini, anak-anaknya jg aku ga ada yang kenal... ih... lonely banget deh... dan akhirnya malemnya aku tumbang... sampe harus dibawa ke UGD segala.
Aku malah inget waktu itu sempet bilang
"Nggak mau ke sana lagi... nggak mau... anak2nya ga ok, aku ga ada temen... Aku mau resign aja....!"

But it turned out to be a five years experience there... hahaha...!

Oh well, banyak yang sudah terjadi selama 5 tahun belakangan ini. Ada boss yang ketahuan ngaco, sampe minggat, investor baru masuk ke kantor... klien2 baru, orang2 baru... dan sebagainya... dan sebagainya.

Dan sudah saatnya juga aku pergi dan mencari angin baru. Padahal memang aku males banget sama yang namanya adaptasi.

Paling ga enak masuk lagi di komunitas baru, kenalan2 lagi, berusaha nyambungin lagi sama orang2 yang sudah ada di sana lebih dulu. Tapi... that's life, I guess... ga ada pilihan lain.

Dan hari ini, aku mulai menghirup angin baru-ku itu. Awkward situation.
Bener kata Mas Il, orang akan lebih sensi kalo mau meninggalkan atau mau memasuki suatu komunitas. Perasaan semua jadi menyoroti. Padahal bisa jadi ga ada apa-apa juga.
Ah, biar... yang penting aku tidak melakukan hal2 aneh... everything should be on track. Always.





Tuesday, September 11, 2007

Janji hanyalah sekedar ucapan belaka

Dear all...
Beberapa waktu belakangan ini ada sebuah pemikiran yang sepertinya tidak henti-hentinya berputar dalam otakku. Jawaban yang paling tepat masih belum kutemukan. Apa sih sebenarnya janji itu?

Kalau melihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, janji itu adalah :
1, ucapan yang manyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (spt hendak memberi, menolong, datang, bertemu).
2. persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu)
3. syarat; ketentuan (yang harus dipenuhi)
4. penundaan waktu (membayar dsb); pengangguhan
5. batas waktu (hidup); ajal

wah kalau menilik dari penjelasan KBBI tadi, rasanya janji bisa menjadi sesuatu yang berat untuk dijalankan, ya... padahal kalau diingat-ingat lagi, berapa banyak kita sudah pernah berjanji pada orang lain tapi ujung-ujungnya lupa atau malah sengaja dilupakan?

"ya deh, nanti gw telepon..."
" bentar ya, abis ini gw ke tempat lo..."
" besok deh, janji!"
" lain kali saja, ya?"
" boleh, tidak merepotkan kok... nanti saya kirim ya emailnya"

or... something like that lah. Hmmm... janji kok akhirnya cuma sekedar pelengkap dalam sebuah percakapan tanpa ikatan ya? Betapa mudah kita melupakan janji yang kita ucapkan sendiri, tanpa tekanan atau paksaan orang lain.
Aku juga merasa menjadi bagian dari kelompok itu; kelompok yang gampang berucap janji, walaupun di dalam hati sudah ada keinginan untuk mengingkarinya. Yah... sekedar lip service lah... basa-basi, supaya percakapan lebih menarik. Sayang sekali... di agama padahal pernah dibilang juga kalau "Janji itu sama dengan Hutang!".

Ha? Hutang? Berapa banyak lagikah hutangku yang belum terbayarkan karena kelalaianku?
Padahal, kalau kita berhutang ke bank saja, setiap jam ada bunga yang harus dibayarkan juga. Hiiy.... ngeri juga!

Pemikiran ini terus timbul karena banyak sekali orang yang juga telah memberikan janjinya kepadaku, tapi tidak jelas ujung pangkalnya. Padahal, ada sebuah komitmen yang telah aku berikan sebelumnya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, sebagai bentuk tanggung jawab dan dedikasiku terhadap order yang mereka berikan.

Miris... ini bukan sekedar percakapan loh... ini berkaitan dengan kegiatan profesional. Betapa tidak berharganya sebuah janji. Betapa kita harus menahan napas dan menarik urat syaraf lebih dulu untuk mendapatkan apa yang pernah dijanjikan. Capek...

Ada lagi, berkaitan dengan segepok bahan bacaan dan informasi yang penting (untuk aku, terutama). Materi itu seharusnya sudah berpindah tangan, dari si pengucap janji ke tanganku. Tapi...?

Ah, mungkin aku terlihat terlalu idealis, terlalu memaksakan sesuatu. Tapi... apa iya janji sekarang perlu ditambahkan artinya di dalam KBBI di nomer 6, 7, 8, atau ke berapa lah... sebagai "pelengkap percakapan agar lebih menarik dan hidup, tanpa memiliki jangka waktu dan ikatan kesanggupan untuk dilakukan"?
Mungkin kalau artinya seperti itu, aku akan lebih bisa menyikapi sebuah janji dengan tangan mengipas-ngipas tanpa harus peduli kapan janji itu akan terbayar.

Oh well... betapa tidak berharganya sebuah janji sekarang ini...