Tuesday, February 15, 2005

Masak yuk?



Kalo jamannya dulu pas masih sendiri, wah... aku cuma sanggup kalo disuru bikin kue. Cake, kue kering lebaran, atau puding apa lah... sini-in! Tapi kalo masakan untuk makan berat? waaaa.... udah pasti kabur duluan. Ada sebabnya sih... Pas SMP, sok-sokan masak nasi buat orang serumah. Gara-garanya sih abis ikut pelajaran Tata Boga... oh ya, jaman itu belum ada tuh Magic Jar atau Magic Com... jadinya, yaa... manually gitu deh...

N guess what.... BUBUR!

Waaaa.... aku stress berat... merasa ga mampu, merasa stupid... dan sejak saat itu, ga deh masuk dapur buat yang gitu2... no way...

Tapi mau ga mau sekarang, dari A sampe Z urusan dapur adalah tanggung jawabku. Kalo nggak, gimana? Rela diomelin suami melulu? hehe...


Nah, akhirnya aku memberanikan diri. Masa iya ga bisa sih? Okeh... satu... dua....

Teriyaki

daging ayam ato sapi ato sendal jepit yang udah rada tipis juga boleh... hehehe!
bawang putih
jahe - kalo ada yang seger sih bagus... tapi gw pake yang bubuk aja
saus tiram
saus teriyaki
kecap manis
bumbu kaldu
gula
air
bawang bombay

hasilnyaaa...? waaa.... jadi menu andalan sekarang kalo di rumah. Ternyata ga sia-sia deh masuk dapur lagi, malahan sekarang jadi "nagih", pengennya di dapuuuur melulu...

Punya resep andalan? bagi bagi ya ke aku... seneng deh...!

Cinta sejati - spoiler alert!

Do you believe in true love? Cinta sejati, apakah beneran ada?

Menyambut bulan yang penuh kasih ini (buat yang merasa Valentine itu sesuatu yang perlu untuk dirayakan), aku jadi pengen cerita soal film yang baru2 aja aku tonton. Temanya sih sebetulnya standar, tapi... anehnya kok jadi keingetan terus ya?

Ga mau nyebut judulnya deh, tapi sori banget buat yang belom nonton kalo ntar merasa tulisanku ini jadi spoiler... ga bermaksud kok... hehe...
Film ini berkisah tentang bagaimana kuatnya cinta seorang pria kepada seorang wanita, ya ya... standar-but for your information, ini bukan film Indonesia atau sinetronnya Punjabi gank, beneran deh...

Anyway... di film ini aku melihat betapa dalamnya cinta si pria, bahkan ketika si wanita divonis terkena alzhymer (bener ga sih nulisnya... ah mbuh lah, ga tau). Di saat mereka sudah menjadi kakek-nenek, sama-sama dirawat di panti jompo, si pria tetap berusaha untuk mempertahankan cintanya. Di setiap pertemuan dengan si wanita, si pria harus mengenalkan dirinya terlebih dahulu, seperti orang yang baru saja bertemu. Kalau tidak begitu, si wanita bisa tiba-tiba histeris dan melemparkan apa saja karena panik dan ketakutan yang berlebihan. Si pria dengan setia akan membacakan lembar demi lembar novel yang bila kita telaah lebih lanjut, sebenarnya adalah kisah hidup mereka berdua, dari sejak mereka pacaran, putus, dan seterusnya.

Oh ya, ada satu scene yang juga nempel terus di otakku... di saat cinta mereka sedang diuji karena perbedaan status ekonomi (si cewek kaya & si cowok miskin - another yea yea yeah...), si pria setiap hari selama setahun menulis surat untuk sang kekasihnya (365 letters), yah, kayak nulis diary aja ya... dikirim ke ceweknya gitu... yang ternyata, dibanned ama ibu si pacar. 365 letters? nggak main-main dong ya... isinya pun ga cuma sekedar oh baby i miss you, kapan ketemuan, blablabla... dalem gitu loh.... uuuhh... ada ga sih yang beneran kayak gini?

Singkat cerita, setelah novel itu habis dibaca, ternyata ingatan si wanita perlahan-lahan kembali. Unfortunately, karena penyakit mereka berdua yang cukup serius (mereka kan udah tua banget ya...), mereka pun akhirnya passed away, sambil berpegangan tangan.

*ambil tisuue*

Poinnya di sini... apa bener ada cinta sejati? apa iya sih jaman sekarang ini kita bisa lebih menghargai cinta? kalau melihat berita-berita di TV (tebakan lo bener, infotainment...), kok.... gampang ya kita mengesampingkan cinta demi yang lain? Cinta memang ga bisa beliin pulsa telepon, beli beras, beli bedak dan lain-lain... hehe... tapi... ada ga sih cinta sejati?
Pada pengen ga sih ketemu sama orang yang bisa menerima elo apa adanya, tanpa syarat, dan bersedia menghabiskan sisa hidupnya bersama, dan kita juga menerima dia apa adanya? jawabnya pasti gini deh..."Pengen sih ya.... tapi......?" atau yang lebih standar: " ah, itu kan film..." Hahaha....

Jawabanku, mungkin ada. Ada saatnya kita bertemu dengan seseorang yang seperti itu. Yang bisa kita percaya, yang juga percaya sama kita, dan kita sama-sama berusaha memberikan yang terbaik buat pasangan kita.

Pertanyaan terakhir dari aku : Sudah pada ketemu belum ama orang yang itu - "THE ONE" ? Kalau sudah, pls let me know.


False Alarm

Hh.....
Sebelum aku cerita mungkin aku harus menarik napas dulu dalam-dalam... Hhhhhh...... berat....

Sebetulnya sih masalahnya ga berat-berat amat, tapi kok buat aku kerasa agak gimana gitu... shocking, I guess that's the word I'm looking for.

Sejak sakit akhir Januari lalu, aku merasa belum completely fit, sampai pada suatu hari di bulan Februari ini, tepatnya pada saat orang sedang seru-serunya ber-Valentine... OMG... I missed my period!
Baru nyadar udah tanggal segini kok sepi-sepi aja... ga ada rasa apa-apa. Nah loo... *langsung narik kalender, melototin dengan seksama*

Beli test pack ah... who knows?
Pelan-pelan dan diiringi deg-degan yang makin kencang, aku lakukan tes itu. Samar-samar, ada garis merah di sana. Satu? atau dua? Hah? kok garisnya ada gradasi? hah? itu satu ato dua sih? apaan....? jadi? artinya.....? *gubrak*

Dan hari itu pun aku lalui dengan perasaan nggak tenang. what if the test's wrong? gimana kalo beneran hamil? trus aku... trus ini... trus itu...? *udah ga sanggup lagi mikir*

Sampai di rumah pun aku masih belum merasa tenang dan comfortable. Aneh... aku sampai berurai air mata. Do I really not interested in having babies? atau gimana? hhhh.. aku hanya merasa not ready yet. Belum. Semua harus melalui pertimbangan dan dengan persiapan yang matang. That's what I had in mind. Jelas aku ingin punya anak... but not now. I know my condition. But, does my hubby know?

Anyway... pagi ini aku ke kantor tetap dengan perasaan yang belum jelas. Dan sesampainya di kantor.... OMG..... It's only a false alarm... I guess I'm not pregnant yet.... Thank God...


Monday, February 07, 2005

Kapan? Berapa bulan?



"Kapan merit?"
"Udah isi belom?"
"Kapan nih si XXX ada adiknya?"
"Blablabla...?"

Sebetulnya masih banyak lagi pertanyaan yang biasa kita denger kalau sedang ada acara keluarga atau pertemuan-pertemuan sejenisnya. Pertanyaan yang standar sih untuk "breaking the ice", istilahnya - untuk memulai pembicaraan. Tapi... pernah nggak terpikir kalau pertanyaan-pertanyaan itu terkadang dampaknya jadi kurang baik?

Hhh.... *narik napas sebentar*

Buat temen-temen deket, mungkin udah tau nih tulisan mau mengarah ke mana. Oh well... biarin aja. Pengen aja kok nulis tentang ini. Soalnya lama-lama pertanyaan model ini jadi annoyying sekali.... setidaknya buat aku secara pribadi.

Ah... jangan dimasukin hati - mungkin beberapa dari Anda akan bilang begitu. Tapi... tidak buatku. Setidaknya, ada 1000 kali mungkin pertanyaan ini aku dengar, terutama yang di baris ke 2.
Kenapa sih? kenapa harus nanya-nanya seperti itu? apa menurutmu itu tanda bahwa kau perhatian? TIDAK.
What if orang yang kamu tanyain itu sudah muak mendengar pertanyaan yang sama dari orang-orang lain, over an over again? Pernah nggak kepikir ke sana? MAYBE NOT. Well, mulai mikir deh dari sekarang.

Jangan salah... I don't mean to be rude here, no siree... nggak. Hanya saja, kalau tidak ada yang memulai, pasti tidak akan jadi begini urusannya.
Mungkin lebih baik kalau aku mulai pelan-pelan, dari awal sekali....

Dulu, pada saat aku masih sendiri, statusku punya pacar, tapi belum dipublikasikan, belum pernah kudengar pertanyaan di baris pertama. Dari keluarga maupun dari lingkungan teman-teman. Alhamdulillah... sukuuur...sukuuur.... Dan akhirnya, toh aku menikah atas kemauan sendiri, tanpa ada paksaan... dan semua berjalan dengan lancar dan mudah. Tak ada halangan yang berarti, mungkin hanya soal kain seragam yang ga jelas berapa meter harus dibeli, warna apa... dan blablabla lainnya yang ga terlalu penting.

Dan tibalah masalah itu. Sebagai suami istri yang bekerja dan dikaruniai logika yang cukup sehat, kami memutuskan untuk menjalani kehidupan berumah tangga sebagaimana yang kami sukai. Kami menikmati setiap menit dan setiap detik kehidupan kami berdua sesuai dengan komitmen kami. Sampai suatu ketika, aku mulai merasa terganggu dan ter"zalimi" dengan pertanyaan-pertanyaan (yang thank God bukan dari keluargaku) soal kapan kami punya anak dsb. Di usia pernikahan kami yang masih tergolong baru (below 3 years lah ya...), aku mulai merasa diteror oleh pertanyaan yang diajukan orang orang asing (pokoknya yang selama ini tidak ada andil dalam kehidupanku dan suami - jadi kita anggap completely strangers), yang sepertinya tiba-tiba merasa concern dengan ketidakhamilanku sampai sekarang. WHO IN THE WORLD ARE YOU ANYWAY?

Aku nggak marah... bener deehhh.... hhhhhh *narik napas lagi*

Sebenarnya, apa sih untungnya bertanya seperti itu? Apa salahnya bila kami ingin mempersiapkan diri dan mental untuk kehadiran buah hati kami? Apa salahnya bila kami ingin memberikan yang terbaik untuk putra/putri kami? Apa salahnya bila kami mulai dari sekarang memperhitungkan dengan matang segala sesuatunya sebelum Tuhan mempercayakan kepada kami seorang anak? Memangnya situ yang mau bantu ngerawat n biayain yaaaa????

Awalnya, memang jawaban manis plus madu seliter yang aku berikan.... tapi lama-lama...? Stok madunya abis juga.... gila aja... the same ol'question everytime we meet? Akhirnya sikap defensif lah yang keluar... belum-belum, kalau bisa, mendingan menyingkir...
Pls... give me a break... ketahuan sekali kalau mereka-mereka itu nggak punya stok pertanyaan lain... huahaha.... Tapi aku salut dan sangat berterima kasih kepada orang tua kami yang hingga saat ini belum pernah mengucapkan sepatah kata pun tentang ini. Mereka sangat supportive dan menyerahkan sepenuhnya kepada kami. Aku bersyukur sekali... alhamdulillah.....

Last night, aku dan suami datang ke acara pernikahan teman... everything 's OK, until.... the groom with his highest spirit aksed : Waaa... udah brapa bulan nih??

$%^%#$&%^#^!!!!

Emangnya gw hamil ya? Atau mendadak gw gendut kayak babi? *nyaris collapse*

Oh well, mungkin memang kita tidak akan pernah bisa lepas dari itu... menikah karena sudah terlalu sering ditanya kapan merit, punya anak karena udah bosan ditanya kapan hamil... punya anak banyak karena sering ditanya orang kapan si anu punya adik.... isn't it pathetic?

Apa kita memang sudah tidak bisa lepas dari those " million dollar questions" ya?

Hiks... hiks... hiks... *pengen exodus *